Lulusan Farmasi bakal jadi pengangguran?
Polemik Perguruan Tinggi Farmasi yang terus bertambah, lulusan Farmasi bakal jadi pengangguran?
Pengembangan sistem pendidikan
tenaga kesehatan bertujuan untuk membentuk keahlian dan keterampilan tenaga
kesehatan di bidang-bidang teknologi yang strategis serta mengantisipasi
timbulnya kesenjagan keahlian sebagai akibat kemajuan teknologi. Pengembangan
sistem pendidikan tenaga kesehatan tidak terlepas dari sistem pendidikan
nasional.
Perkembangan institusi
pendidikan tenaga kesehatan cukup tinggi. Jenjang pendidikan yang besar
pertumbuhannya adalah jenjang pendidikan D3 dan S1. Berikut ini adalah
perkembangan gambaran bidang dan jenjang pendidikan kesehatan tahun 2010.
Tabel 1. Gambaran
Bidang dan Jenjang Pendidikan Kesehatan Tahun 2010
Bidang
|
Jenjang
Pendidikan
|
|||||
D3/D4
|
S1
|
S2
|
S3
|
Profesi
|
Spesialis
|
|
Kedokteran
|
-
|
71
|
22
|
11
|
35
|
212
|
Kedokteran
Gigi
|
8
|
25
|
6
|
2
|
12
|
10
|
Keperawatan
|
288
|
308
|
3
|
1
|
0
|
1
|
Kebidanan
|
748
|
2
|
1
|
0
|
0
|
0
|
Kefarmasian
|
52
|
51
|
8
|
2
|
22
|
0
|
Kegizian
|
3
|
24
|
1
|
3
|
0
|
0
|
Kesehatan
Masyarakat
|
0
|
143
|
24
|
2
|
1
|
0
|
Sumber : EPSBED, 2010
Institusi pendidikan
tenaga kesehatan yang ada pada tahun itu, masih belum memenuhi standar kualitas
pendidikan. Berdasarkan data yang ada 67% institusi pendidikan tenaga kesehatan
belum terakreditasi. Berikut ini adalah jumlah institusi pendidikan yang telah
terkareditasi tahun 2009.
Rencana Pengadaan Pendidikan
Tenaga Kesehatan
Melihat dari kondisi jumlah
perguruan tinggi farmasi ternyata berada di posisi tengah bila dibandingkan
dengan perguruan tinggi tenaga kesehatan lainnya. Lalu dari jumlah perguruan
tinggi yang terakreditasi, Jumlah institusi pendidikan apoteker pada tahun 2010
masih sangatlah minim. Pengadaan pendidikan tenaga kesehatan merupakan komponen
upaya yang penting dari pengembangan tenaga kesehatan, guna menjamin pemenuhan
kebutuhan tenaga kesehatan dan untuk memenuhi kekurangan tenaga kesehatan
tertentu diperlukan peningkatan jumlah lulusan tenaga kesehatan melalui
peningkatan kapasitas pendidikan pada tahun 2010. Namun peningkatan kapasitas
tetap harus memperhatikan kebutuhan masyarakat terhadap tenaga kesehatan
tersebut.
Setelah melihat pada
data tahun 2010, kita lihat lebih dekat pada tahun 2016. Menurut Azis Saifudin,
PhD, Apt (Anggota Majelis, Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia
(APTFI)). International Pharmaceutical
Federation merekomendasikan negara berkembang (seperti Indonesia) agar
memiliki rasio minimal 1 apoteker untuk 10.000 penduduk. Sedangkan rekomendasi
ideal menurut WHO adalah 1:2000. Berpenduduk 250 juta dengan jumlah apoteker
mendekati 55.000, Indonesia telah memiliki rasio 1:4528 sehingga rasio minimal
telah jauh terlampaui.
Hingga tahun 2016,
hanya terdapat 29 perguruan tinggi yang berhak menyelenggarakan pendidikan
apoteker. Dari total 127 prodi farmasi (pada tahun 2016), terdapat total 46
program studi farmasi telah berakreditasi A dan B. Dari jumlah ketersediaan
prodi farmasi S1 saja ternyata tidak sebanding dengan jumlah perguruan tinggi
yang berhak menyelenggarakan pendidikan apoteker.
Pada tahun tahun
berikutnya bila perguruan tinggi prodi S1 Farmasi terus bertambah, maka diduga
akan mengalami kejenuhan pada profesi ini. Beberapa lulusan mungkin tidak dapat
melanjutkan profesi apoteker (karena keterbatasan program studi apoteker yang
ada namun jumlah S1 yang terus bertambah). Namun disisi lain, bila adanya
peningkatan program studi apoteker, maka lulusan apotekerpun bertambah tapi
kita lihat kembali rasio perbandingan tadi (1:4528 kebutuhan apoteker terhadap
masyarakat).
Dengan demikian kebutuhan
apoteker di masa depan sudah tidak mendesak dari aspek kuantitas melainkan
jaminan kualitas pendidikan farmasi yang akan menjadi tantangan besar (melihat
dari prodi yang ada, jumlah akreditasi A dan B pada prodi farmasi hanya 48 dari
127 prodi yang ada).
Permasalahan disini
dapat terlihat dimana pemerataan profesi ini masih kurang padahal jumlah
sumberdaya ternyata sudah cukup memadai. Lalu permasalahan berikutnya terlihat
dimana, peningkatan pengadaan prodi S1 Farmasi baru ternyata menimbulkan permasalahan
baru yaitu program studi profesi apoteker yang nantinya menjadi jalan
selanjutnya bagi para lulusan S1 farmasi, ternyata tidak cukup secara
kuantitas. Berkaca dari hal jumlah akreditasi S1 Farmasi, pemberhentian
sementara izin pembukaan prodi S1 farmasi dan fokus pada pemerataan sekaligus
peningkatan prodi masing-masing mungkin adalah hal yang tepat.
Sumber
Rencana Pengembangan
Tenaga Kesehatan tahun 2011-2025
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=1079518662087254&id=105623962810067
(Facebook IAI SULSEL)
baca juga :
Perguruan tinggi ikut berperan dalam peningkatan Generasi Farmasi Hebat
baca juga :
Perguruan tinggi ikut berperan dalam peningkatan Generasi Farmasi Hebat
2 komentar
Good artikel
REPLYthank you
REPLY