Kenapa kasus DIFTERI dinyatakan sebagai KEJADIAN LUAR BIASA di Indonesia ?

Setiap wilayah yang melaporkan
satu kasus difteri saja, maka dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) di wilayah
tersebut. Menteri Kesehatan RI, Nila Moeloek mengatakan KLB Difteri bukanlah
wabah, melainkan hanya peringatan. “KLB sebenarnya warning bukan wabah, artinya
setelah menemukan kasus difteri harus melakukan tindakan pencegahan dengan
imunisasi melalui ORI (Outbreak
Response Immunization),” kata Menkes Nila Moeloek. [1]
Kasus Difteri di Indonesia termasuk sebagai Kejadian Luar Biasa karena
:
Pada saat ini sudah ada 20
provinsi yang melaporkan kasus. Dari 20 provinsi itu bukan satu provinsi
semuanya terkena difteri, tetapi ada beberapa kabupaten/kota yang melaporkan
KLB dan di sebagian kabupaten/kota tersebut sudah tertangani dengan baik. Di
Jawa Barat terdapat 123 kasus dengan 13 kematian yang tersebar di 18 kabupaten/kota.
Di Banten terdapat 63 kasus dengan 9 kematian. Di Jawa timur juga terdapat
paling banyak kasus Difteri namun Jatim sudah melaksanakan ORI [2].
Melalui 2 kutipan kalimat diatas,
telah terjawab kenapa kasus difteri di Indonesia termasuk sebagai Kejadian Luar
Biasa. Lalu sebenarnya Apa itu KLB? Apa
itu Difteri? dan Apa itu ORI?
Apa itu Kejadian Luar Biasa (KLB)?
Kejadian Luar Biasa adalah
timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna
secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Untuk mengetahui adanya ancaman
KLB, maka dilakukan kajian secara terus menerus dan sistematis terhadap
berbagai jenis penyakit berpotensi KLB dengan menggunakan bahan kajian :
- Data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB
- Kerentanan masyarakat, antara lain status gizi dan imunisasi
- Kerentanan lingkungan
- Kerentanan pelayanan kesehatan
- Ancaman penyebaran penyakit berpotensi KLB dari daerah atau negara lain
- Sumber data lain dalam jejaring surveilans epidemiologi [3].
Difteri adalah salah satu
penyakit yang sangat menular, dapat dicegah dengan imunisasi dan disebabkan
oleh bakteri gram positif Corynebacterium
diptheriae strain toksin. Penyakit ini ditandai dengan adanya peradangan
pada tempat infeksi, terutama pada selaput mukosa faring, laring, tonsil,
hidung dan juga pada kulit. Manusia adalah satu-satunya reservoir Corynebacterium diptheriae (istilah
mudahnya tempat hidupnya si bakteri ini di manusia) [4].

Jumlah Kasus DIFTERI
Kasus Difteri tersebar di seluruh
dunia. Pada tahun 2013 dilaporkan sebanyak 775 kasus, selanjutnya jmlah kasus
menurun menjadi 430 pada tahun 2014. Kemudian jumlah kasus Difteri di Indonesia
sedikit meningkat pada tahun 2016 yaitu 591 kasus [4].
Bagaimana penularannya?
REFERENCES :
Bagaimana penularannya?
Penularan terjadi secara droplet
(percikan ludah) dari batuk, bersin, muntah, melalui alat makan, atau kontak
langsung dari lesi di kulit.
Tanda dan gejala penyakit ini :
- infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian atas
- nyeri tenggorokan
- nyeri menelan
- demam tidak tinggi (kurang dari 38,5oC)
- adanya putih/keabu-abuan/kehitaman di tonsil, faring, atau laring yang tak mudah lepas, serta berdarah apabila diangkat.
Pada keadaan lebih berat dapat
ditandai dengan kesulitan menelan, sesak nafas dan pembengkakan leher yang
tampak seperti leher sapi (bullneck).
KEMATIAN biasanya terjadi karena sumbatan jalan nafas, kerusakan otot jantung,
serta kelainan susunan saraf pusat dan ginjal.
APAKAH OBATNYA (Sediaan Farmasi
yang digunakan) ?
Untuk pencegahannya, penyakit
Difteri dapat dicegah dengan imunisasi lengkap, dengan jadwal pemberian sesuai
usia. Saat ini vaksin untuk imunisasi rutin dan imunisasi lanjutan yang
diberikan guna mencegah penyakit Difteri ada 3 macam, yaitu :
- DPT-HB-Hib (Vaksin kombinasi mencegah Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B dan Meningitis serta Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophylus influenza tipe B.
- DT (Vaksin kombinasi Difteri Tetanus)
- Td (Vaksin kombinasi Tetanus Difteri)
Imunisasi tersebut diberikan
dengan jadwal :
- Imunisasi dasar: Bayi usia 2,3 dan 4 bulan diberikan vaksin DPT-HB-Hib dengan interval 1 bulan
- Imunisasi lanjutan :
- Anak usia 18 bulan diberikan vaksin DPT-HB-Hib 1 kali
- Anak Sekolah Dasar kelas 1 diberikan vaksin DT pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)
- Anak Sekolah Dasar kelas 2 dan 5 diberikan vaksin Td pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)
- Wanita Usia Subur (Temasuk wanita hamil) diberikan vaksin Td.
Jika gejala dan tanda difteri telah jelas, terutama terlihat
adanya pseudomembran tenggorok, maka terapi dapat segera dilakukan, tanpa
menunggu hasil kultur isolasi kuman. Pemeriksaan penunjang lainnya, seperti
rekam arus listrik jantung (EKG), Pemindaian (CT-Scan) leher, rekam listrik
otot (EMG), pemeriksaan fungsi ginjal dan biopsi kulit dilakukan jika ditemukan
tanda kelainan.
APA ITU ORI?
Outbreak Response Immunization
adalah kegiatan imunisasi tambahan yang khusus dilakukan di daerah yang
mengalami kejadian luar biasa (KLB), sebanyak 3 putaran dengan jarak antara
dosis pertama-kedua adalah 1 bulan dan atanra dosis kedua-ketiga adalah 6
bulan. Langkah ini dilakukan sebagai respon cepat terhadap berkembangnya kasus
difteri di Indonesia. Untuk saat ini ORI akan dilakukan di 12 kabupaten/kota [2].
Sumber gambar : https://dinkes.malangkota.go.id
- http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=17121200001
- http://www.depkes.go.id/article/view/17120700003/meningkatnya-kasus-difteri-3-provinsi-sepakat-lakukan-respon-cepat.html
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 949/MENKES/SK/VIII/2004 Tentang Pedoman Penyelanggaraan Sistem Kewasapadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
- Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Difteri. Kementerian Kesehatan RI. 2017